Peraturan Daerah Kabupaten Banggai (Perda No 11 tahun 2013)



Add caption

TENTANG

BUPATI BANGGAI,


PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI
NOMOR  11 TAHUN  2013
Mengingat :     1. Pasal 18 ayat (6) Undang – Undang Dasar Negara Republik
Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun  1959 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822).
 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4247);
4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004               
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4336) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang
Nomor
45
Tahun
2009
(Lembaran
Negara Republik

Indonesia

Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Negara
Republik Indonesia Nomor 5073);


RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang  :     bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 141 huruf a,
huruf c, huruf d, huruf e dan Pasal 156 ayat (1) UndangUndang
Nomor 28 Tahun
2009 Tentang
Pajak Daerah dan
Retribusi
Daerah

perlu menetapkan Peraturan Daerah
tentang Retribusi Perizinan Tertentu.
Indonesia Tahun 1945.
2.Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan
2

7.  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah              
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12                 
Tahun 2008  tentang Perubahan Kedua atas               
Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang – Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

8.  Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004                  
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4444); 
9. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4866).
10. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5023);
11. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang  Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia  Nomor 5049);
12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup      
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia          
Nomor 5059);



3

13. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha
Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3408)                         
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor  46 Tahun 1993.
14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006               
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4655);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/
Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia                     
Nomor 4737);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang               
Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif                       
Pemungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah                   
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
119,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia         
Nomor 5161);
17. Peraturan Daerah Tingkat II Banggai Nomor 14 Tahun 1998
tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dilingkungan
Pemerintah Daerah Tingkat II Banggai (Lembaran Daerah
Nomor 8, Seri D);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 9 Tahun 2008
tentang Kewenangan Kabupaten Banggai (Lembaran Daerah
Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Banggai Nomor 47);







4

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
 KABUPATEN  BANGGAI
dan
BUPATI   BANGGAI

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI                            
PERIZINAN    TERTENTU.



BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Banggai.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati berserta Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Banggai yang selanjutnya
disebut Bupati.
4. Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu  di Bidang Retribusi
Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
Perangkat Daerah pada Pemerintah daerah Kabupaten Banggai.
6. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang
ditentukan oleh Bupati untuk menampung seluruh penerimaan daerah
dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran daerah.
7. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah Pungutan
Daerah sebagai pembayaran atas Jasa atau pemberian Izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah daerah untuk
kepentingan orang Pribadi atau Badan.





5

8. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik
daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
usaha tetap.
9. Perizinan Tertentu adalah retribusi kegiatan tertentu Pemerintah Daerah
Kabupaten Banggai dalam rangka pemberian izin kepada orang peribadi
atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan
pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas
tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan.
10.Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah
Perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada pemohon untuk
membangun baru, rehabilitasi/renovasi, dan/ atau memugar dalam
rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif
dan persyaratan teknis yang berlaku.
11.Klasifikasi bangunan gedung adalah sebagai dasar penggolongan
bangunan gedung terhadap tingkat kompleksitas, tingkat permanensi,
tingkat risiko kebakaran, tingkat zonasi gempa, lokasi, ketinggian
bangunan, dan kepemilikan bangunan dari fungsi bangunan                        
gedung sebagai dasar pemenuhan persyaratan administrasi dan
persyaratan teknis. 
12.Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.


6

13.Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya
berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi
sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau
tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,
budaya, maupun kegiatan khusus.
14.Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya sebagaian atau
seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/ atau air, yang
tidak digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal.
15.Prasarana Bangunan Gedung adalah bagunan yang berada dan mengikut
dengan bangunan induk.
16.Pemohon adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok
orang, dan lembaga atau organisasi yang mengajukan permohonan izin
mendirikan bangunan kepada pemerintah daerah, dan untuk bangunan
gedung fungsi khusus kepada Pemerintah.
17.Pemilik bangunan adalah setiap orang, badan hukum atau usaha,
kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang menurut hukum sah
sebagai pemilik bangunan.
18.Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka
persentase berdasarkan perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan
yang dikuasai sesuai Rencana Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan.
19.Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka
persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung
dan luas tanah perpetakan/ daerah perencanaan yang dikuasai sesuai
Rencana Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
20.Koefisian Ketinggian Bangunan yang selanjutnya disingkat KKB adalah
jumlah lapis lantai penuh dalam suatu bangunan atau ukuran tinggi
bangunan yang dihitung dari lantai dasar atau permukaan tanah sampai
dengan lantai ruang tertinggi.
21.Kontrak adalah suatu ikatan kerja berupa surat perjanjian kerja yang
dibuat oleh Pemerintah, BUMN, BUMD dan Badan lain yang ditanda
tangani antara pemberi tugas dan pelaksana tugas dalam rangka
pelaksanaan suatu pekerjaan bangunan.
22.Non Kontrak adalah pekerjaan bangunan yang dilaksanakan dengan
pembiayaan sendiri tanpa suatu ikatan berupa surat perjanjian kerja.
23.Biaya / harga nyata (real cost) adalah rencana anggaran biaya / harga
nyata dari suatu pekerjaan bangunan berdasarkan kontrak.
24.Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada
orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan
bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan
yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
25.Gangguan adalah segala perbuatan dan/atau kondisi yang tidak
menyenangkan atau mengganggu kesehatan, keselamatan,                     
ketenteraman dan/atau kesejahteraan terhadap kepentingan umum
secara terus - menerus.
7

26.Izin Usaha Perikanan adalah izin yang diberikan kepada orang pribadi
atau Badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan,
pembudidayaan ikan, penampungan, pengelolaan dan pemasaran ikan.
27.Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari
praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang
dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
28.Usaha Perikanan adalah semua usaha orang pribadi atau Badan untuk 
menangkap atau membudidayakan ikan termasuk kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial.
29.Usaha Penangkapan Ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk
memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan
dengan alat atau dengan cara apapun yang tidak bertentangan dengan
ketemtuan perundang-undangan, termasuk kegiatan yang menggunakan
kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
mengolah atau mengawetkannya untuk tujuan komersial.
30.Usaha Pembudidaya Ikan adalah kegiatan untuk memelihara,
membesarkan dan atau membiakkan ikan (pembenihan ikan), memanen
hasilnya dengan alat atau cara apapun termasuk kegiatan menyimpan,
mendinginkan, mengangkut atau mengawetkannya dengan                              
tujuan komersil.
31.Perusahaan Perikanan adalah perusahaan yang melakukan usaha
perikanan dan dilakukan oleh Warga Negara Republik Indonesia atau
Badan Hukum Indonesia.
32.Kapal Penangkap Ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan
untuk menangkap ikan termasuk menampung, menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan yang berukuran sampai dengan 10 GT      
( Sepuluh Gross Tonnage).
33.Kapal Perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang
digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi
penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan
ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.
34.Surat Izin Usaha Perikanan, yang selanjutnya disebut SIUP, adalah izin
tertulis yang harus dimiliki perusahaan perikanan untuk melakukan
usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum
dalam izin tersebut.
35.Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebut SIPI, adalah izin
tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan
penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP.
36.Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan, yang selanjutnya disebut SIKPI, adalah
izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan
pengangkutan ikan.
37.Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan
yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara                     
apa pun,termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat,
mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah,
dan/atau mengawetkannya.
38.Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan,
dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan
yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk
memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani,
mengolah, dan/atau mengawetkannya.
39.Pembudi Daya Ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan
pembudidayaan ikan.


8

40.Izin Trayek adalah izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek.
41.Izin Operasi adalah izin penyelenggaraan angkutan orang tidak                      
dalam trayek.
42.Izin Insidentil adalah izin yang dapat diberikan kepada perusahaan
angkutan yang telah memiliki izin trayek untuk menggunakan kendaraan
bermotor menyimpang dari izin trayek yang dimiliki berlaku untuk satu
kali perjalanan pulang pergi dan paling lama 14 (empat belas) hari dan
tidak dapat diperpanjang.
43.Trayek adalah lintasan kendaraan bermotor umum untuk pelayanan jasa
angkutan yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap,                         
serta lintasan tetap baik terjadwal maupun tidak terjadwal dalam               
wilayah daerah.
44.Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat
ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan diruang lalu lintas jalan.
45.Kendaraan Bermotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan
untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
46.Mobil Penumpang adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang
memiliki tempat duduk paling banyak 8 (delapan) orang, termasuk untuk
pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3500 kg (tiga ribu lima
ratus kilogram).
47.Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut
peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan
pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong                      
retribusi tertentu.
48.Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan
batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan
perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
49.Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah
bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas
daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
50.Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD,
adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah
pokok retribusi yang terutang.
51.Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya
disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi
lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak
terutang.
52.Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD,
adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi
administratif berupa bunga dan/atau denda.
53.Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah
data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi
dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.
54.Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana di bidang retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.




9


BAB II
JENIS DAN GOLONGAN RETRIBUSI

Pasal 2

(1) Jenis retribusi dalam Peraturan Daerah terdiri atas:
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
b. Retribusi Izin Gangguan
c. Retribusi Izin Usaha Perikanan
d. Retribusi Izin Trayek

(2) Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digolongkan pada Retibusi               
Perizinan Tertentu.


BAB III
RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Bagian Kesatu
Nama, Objek Dan Subjek Retribusi

Pasal 3

Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut Retribusi                   
sebagai pembayaran atas pelayanan pemberian izin untuk mendirikan suatu
bangunan dan bangunan bukan gedung/prasarana bangunan kepada pemilik
bangunan untuk membangun baru, rehabilitasi/renovasi meliputi
perbaikan/perawatan, perubahan dan perluasan/pengurangan, dan
pelestarian/pemugaran sesuai dengan persyaratan administratif dan
persyaratan teknis yang berlaku.


Pasal 4

(1) Objek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pemberian izin untuk
mendirikan suatu bangunan.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan
peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar
tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang,
dengan tetap memperhatikan koefisien dasar bangunan (KDB), koefesian
luas bangunan (KLB), koefesien ketinggian bangunan (KKB), dan
pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan                        
dalam rangka memenuhi syarat keselamatan bagi yang menempati             
bagunan tersebut.
(3) Tidak termasuk obyek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)               
adalah pemberian Izin untuk bangunan milik Pemerintah atau                  
Pemerintah Daerah 








10

Pasal 5
(1) Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin
mendirikan bangunan dari Pemerintah Daerah..
(2) Wajib Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan
yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi
diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut
atau pemotong Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.


Bagian Kedua
Prinsip Dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi
Pasal 6

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif                   
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan didasarkan pada tujuan untuk
menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin        
yang bersangkutan.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan dilapangan, penegakan
hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatife dari penerbitan                      
izin tersebut.
Bagian Ketiga
Tata Cara

Pasal 7
(1) Pemohon mengajukan permohonan IMB kepada Bupati melalui Instansi
yang menangani Perizinan.
(2) Permohonan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. bangunan gedung; atau
b. bangunan bukan gedung/prasarana bangunan. 
(3) IMB bangunan gedung atau bangunan bukan gedung/prasarana
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa :
a. pembangunan baru,
b. merehabilitasi/renovasi/pelestarian dan pemugaran.

Pasal 8
Bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a
berfungsi sebagai: 
a. hunian;
b. keagamaan;
c. usaha;
d. sosial dan budaya;
e. khusus dan;
f. ganda/campuran.

Bagian Keempat
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan jasa

Pasal 9
Tingkat penggunaan jasa Retribusi Izin Mendirikan Bangunan diukur dengan
rumus yang didasarkan atas faktor luas lantai bangunan atau Volume, Fungsi
Bangunan, Indeks Terintegrasi, Waktu Penggunaan, Tingkat Kerusakan dan
Harga Satuan/tarif.

11


Bagian Kelima
Struktur dan Besaran Tarif

Pasal 10

(1) Penetapan Struktur dan besaran retribusi IMB adalah sebagai berikut :
a. Rumus perhitungan retribusi yang diatur sebagai berikut :

1. Retribusi Pembangunan Gedung Bangunan Baru
L x It x 1.00 x HSbg
2. Retribusi rehabilitasi/renovasi/pemugaran Pembangunan Gedung 
L x It x Tk x HSbg
3. Retribusi  bangunan bukan gedung/ Prasarana bangunan Baru
V x I x 1.00 x HSpbg
4. Retribusi rehabilitasi/renovasi/pemugaran bangunan bukan gedung/
Prasarana bangunan
V x I x Tk x HSpbg


b. Nilai bangunan bukan gedung/prasarana bangunan gedung yang tidak
dapat dihitung dengan satuan dapat ditetapkan dengan                         
prosentase terhadap Rencana Anggaran Biaya sebesar 1,75 %                         
(satu koma tujuh lima persen).

c. Komponen retribusi untuk perhitungan retribusi, Indeks sebagai factor
pengali, Komponen Parameter Indeks Terintegrasi dicantumkan dalam
tabel 1 – 5 sebagaimana dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.


Pasal 11

(1) Besarnya harga satuan  untuk bangunan gedung dan Bangunan Bukan
Gedung/prasarana Bangunan Gedung ditetapkan sebagai berikut :

a. bangunan gedung sebesar Rp. 16.000,- (Enam belas ribu rupiah).
b. bangunan bukan gedung/prasarana gedung sebesar Rp. 8.000                              
(Delapan ribu rupiah).
(2) Besarnya tarif retribusi bangunan bukan gedung non komersial (yang
dilaksanakan sendiri tanpa kontrak) dan tidak dapat dihitung dengan
satuan ditetapkan dengan prosentase terhadap Rencana Anggaran Biaya
(RAB) sebesar 1.75%. (satu koma tujuh lima persen).
(3) Besarnya tarif retribusi untuk bangunan  gedung dan bangunan bukan
gedung/prasarana gedung komersial yang dilaksanakan melalui kontrak
dan menggunakan Rencana Anggaran Biaya (RAB) ditetapkan sebesar                        
3 % (tiga persen) dari harga/biaya nyata (real cost) untuk seluruh                              
jenis bangunan.

(1) Balik nama/pemecahan IMB, perubahan fungsi bangunan atas IMB yang
telah diterbitkan dikenakan retribusi 50 % (lima puluh persen) dari retribusi
IMB yang harus dibayar.







12



Bagian Keenam
Saat Retribusi Terhutang
Pasal 12

Retribusi terutang adalah saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain                  
yang dipersamakan.

BAB IV
PEDOMAN IMB
Pasal 13

(1) Setiap orang pribadi dan atau Badan yang mendirikan bangunan,                   
wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati atau  
pejabat lain yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya.
(3) Tata cara dan persyaratan untuk mendapatkan izin sebagaimana
dimaksud ayat (1) berdasarkan Peraturan Daerah yang berlaku.
(4) Setiap orang pribadi dan atau Badan yang tidak memiliki                                 
Izin mendirikan Bangunan dan atau melanggar ketentuan                            
dalam Izin Mendirikan Bangunan diberi sanksi sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.

BAB V
RETRIBUSI IZIN GANGGUAN
Bagian Kesatu
Nama,Objek dan Subjek Retribusi
Pasal 14

Dengan nama Retribusi Izin Gangguan dipungut Retribusi atas pemberian                 
izin ganguan.

Pasal 15
(1) Obyek Retribusi Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat
usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan yang dapat
menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk
pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus-menerus
untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau
kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi
norma keselamatan dan kesehatan kerja.

(2)  Objek Retribusi Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. Tempat usaha  Gangguan Tinggi
b. Tempat usaha  Gangguan Sedang
c. Tempat usaha  Gangguan Rendah

(3)  Tidak termasuk obyek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah.





13

Pasal 16
(1) Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh                        
Izin Gangguan dari Pemerintah Daerah.
(2) Wajib Retribusi Izin Gangguan adalah orang pribadi atau Badan yang
menurut ketentuan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk
melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong
Retribusi Izin Gangguan.
Bagian Kedua
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan jasa

Pasal 17
(1) Tingkat penggunaan jasa Retribusi Izin Gangguan diukur berdasarkan
faktor perkalian antara luas ruang tempat usaha dengan indeks lokasi,              
indeks gangguan dan masa berlakunya izin.
(2) Luas ruang tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah luas
setiap lantai bangunan dan/atau ruang terbuka yang dihitung sebagai
jumlah luas kegiatan usaha.

(3) Indeks lokasi sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :

No. Indeks Lokasi (IL) Indeks
1. Indeks Lokasi Tinggi 1200
2. Indeks Lokasi Sedang 1050
3. Indeks Lokasi Rendah 950

(4)  Indeks gangguan didasarkan pada besar kecilnya gangguan dengan


klasifikasi sebagai berikut :

No. Indeks Gangguan (IG) Indeks
1. Indeks Gangguan Besar 1200
2. Indeks Gangguan Sedang 1050
3. Indeks Gangguan Kecil 950
Bagian Ketiga
Struktur dan Besaran Tarif

Pasal 18
(1)  Struktur tarif Retribusi Izin Gangguan berdasarkan luas ruang tempat
usaha, indeks lokasi, indeks gangguan setiap jenis usaha.
(2)   Besarnya tarif sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :

I. PERUSAAHAN MIKRO/KECIL (PK) DAN 
PERUSAHAAN MENENGAH (PM)
 
NO. LUAS LOKASI SATUAN HARGA
Tarif / m² 
 1. luas     01   m2    s/d      20 m² Rp.    45.000 / m²
 2. luas     21   m2    s/d      40 m² Rp.    60.000 / m²
 3. luas     41   m2    s/d      60 m² Rp.    75.000 / m²
 4. luas     61   m2    s/d    100 m² Rp.    85.000 / m²
 5. luas   101   m2    s/d    200 m² Rp.    95.000 / m²
 6. luas   201   m2    s/d    300 m² Rp.   120.000 / m²
 7. luas   301   m2    s/d    500 m² Rp.   135.000 / m²
 8. luas   501   m2    s/d    750 m² Rp.   150.000 / m²
 9. luas   751   m2    s/d  1000 m² Rp.   175.000 / m²
10. luas diatas 1000  m2     Rp.   200.000 / m²
14





II. PERUSAHAAN BESAR (PB)

NO. LUAS LOKASI SATUAN HARGA
Tarif / m² 
 1. luas     01   m2    s/d      20 m² Rp.   175.000 / m²
 2. luas     21   m2    s/d      40 m² Rp.   225.000 / m²
 3. luas     41   m2    s/d      60 m² Rp.   300.000 / m²
 4. luas     61   m2    s/d    100 m² Rp.   375.000 / m²
 5. luas   101   m2    s/d    200 m² Rp.   425.000 / m²
 6. luas   201   m2    s/d    300 m² Rp.   550.000 / m²
 7. luas   301   m2    s/d    500 m² Rp.   600.000 / m²
 8. luas   501   m2    s/d    750 m² Rp.   675.000 / m²
 9. luas   751   m2    s/d  1000 m² Rp.   750.000 / m²
10. luas diatas 1000  m2     Rp.   900.000 / m² 
(3)  Apabila ganti nama pemilik, nama perusahaan, pindah alamat tempat
usaha dan memperluas tempat usaha, pemegang izin diwajibkan
bermohon kembali dan dikenakan biaya retribusi sesuai Pasal 20 ayat (2).
(4)  Untuk balik nama Izin Gangguan besarnya tarif ditetapkan sebesar                        
50% (lima puluh persen) dari tarif retribusi Izin Gangguan.


Pasal 19


(1) Besaran pokok Izin Gangguan yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan indeks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan                 
tarif sesuai dengan tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 dan waktu penggunan izin.

(2) Rumus Retribusi Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada                              
ayat (1) adalah :

RIG   = (LRTU x (IL + IG)) + Tarif/Satuan Harga LRTU x Waktu




Bagian Kempat
Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 20

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi izin gangguan
didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya
penyelenggaraan pemberian izin gangguan.
(2) Biaya penyelenggaraan pelayanan sebagaimana dimaksud ayat (1)                
meliputi, penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan,                   
penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari
pemberian izin gangguan.



15

Bagian Kelima
Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terhutang
Pasal 21

(1) Izin Gangguan berlaku selama perusahaan melakukan usahanya.
(2) Terhadap izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilakukan
registrasi /cap daftar ulang setiap 1 (satu) tahun sekali dalam rangka
pengendalian, pembinaan, dan pengawasan oleh Bupati atau pejabat yang
ditunjuk dan tidak dikenakan retribusi.
(3) Masa Retribusi izin gangguan adalah 3 (tiga) tahun untuk satu
jenis/rumpun usaha.

Pasal 22
Retribusi terutang adalah saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain                 
yang dipersamakan.

BAB VI
PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN 
Pasal 23

(1) Setiap orang pribadi atau badan hukum yang mengadakan / mendirikan
tempat usaha atau memperluas usahanya di lokasi tertentu serta dapat
menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan terhadap lokasi di sekitarnya
diwajibkan memiliki izin Gangguan dari Bupati atau pejabat lain yang
ditunjuk dengan mengajukan permohonan.
(2) Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk setiap
satu jenis/rumpun usaha.
(3) Izin gangguan dapat dikeluarkan setelah dilakukan peninjauan
lokasi/lapangan sesuai dengan kondisi tempat usaha yang diajukan bagi
usaha – usaha yang mempunyai dampak gangguan tinggi atau usaha
tertentu dan khusus yang harus dilakukan peninjauan lokasi.
(4)  Bagi setiap orang pribadi atau badan yang akan mendirikan, memperluas
atau mendaftar ulang yang usahanya berpotensi limbah pencemaran dan
gangguan lingkungan diwajibkan melengkapi persyaratan Dokumen
Lingkungan, Study Evaluasi Mengenai Dampak Lingkungan (SEMDAL),
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL), Upaya Pengendalian Lingkungan (UPL), dan Surat
Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).

Pasal 24

Kriteria gangguan dalam penetapan izin terdiri dari :
a. Gangguan terhadap lingkungan, yang meliputi gangguan terhadap fungsi
tanah, air tanah, sungai, udara dan gangguan yang bersumber dari getaran
dan/atau kebisingan ;
b. Gangguan terhadap sosial kemasyarakatan, yang meliputi terjadinya
ancaman kemerosotan moral dan/atau ketertiban umum ;
c. Gangguan terhadap ekonomi, meliputi ancaman terhadap penurunan
produksi usaha masyarakat sekitar dan penurunan nilai ekonomi benda
tetap dan benda bergerak yang berada disekitar lokasi usaha.

BAB VII
RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN
Bagian Kesatu
Nama, Objek dan Subjek Retribusi
Pasal 25

16

Dengan nama Retribusi Izin Usaha Perikanan dipungut Retribusi atas
pemberian izin usaha perikanan.
Pasal 26
Objek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah pemberian izin kegiatan usaha
penangkapan dan pembudidayaan ikan, meliputi :
a. Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP);
b. Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI);
c. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).


Pasal 27
(1) Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin
usaha perikanan dari Pemerintah Daerah.
 (2)  Wajib Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah orang pribadi atau Badan yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi  diwajibkan
untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau
pemotong Retribusi Izin Usaha Perikanan.


Bagian Kedua
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan jasa
Pasal 28

Tingkat penggunaan jasa Retribusi Izin Usaha Perikanan diukur berdasarkan
jenis tangkapan ikan, luas lahan, pembudidayaan ikan, produksi pembenihan
ikan, jenis alat penangkap ikan dan bobot kapal yang digunakan untuk
menangkap ikan.

Bagian Ketiga
Struktur dan Besaran Tarif
Pasal 29
(1) Struktur tarif retribusi Izin Usaha Perikanan ditetapkan berdasarkan jenis
penguasaan ikan, penggunaan alat penangkap dan bobot kapal ikan.
(2) Struktur dan Besaran tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut :

A. Usaha Penangkapan/Penampungan/Pengelolaan/Pemasaran Ikan :
a. Penangkapan Ikan :
1. Penangkapan ikan laut, cakalang, tuna,
tongkol dan sejenisnya     Rp.1.000.000,/pertahun.
2. Penagkapan ikan laut kakap, sunu,
kerapu, lobster, udang, cumi-cumi
dan sejenisnya      Rp.1.000.000,/pertahun.
3. Penangkapan ikan laut, layang baronang,
kembung teri dan sejenisnya    Rp.  500.000,-/pertahun.
4. Penagkapan nener dan benur    Rp.  500.000,-/pertahun
5. Pengambilan/penyelamaan siput mutiara  Rp.  750.000,-/pertahun
6. Pengambilan / penyelamatan biak lolak, 
teripang laut, japing-japing, mata tujuh
dan sejenisnya      Rp.1.750.000,-/pertahun
7. Penangkapan ikan diperairan umum
 (danau, waduk dan sungai)                  Rp.   500.000,-/pertahun
8. Pemasangan rumpon dan sejenisnya   Rp.   250.000,-/pertahun



17



b. Penampungan/Pengelolaan/Pemasaran Ikan:
1. Penanmpungan / pemasaran ikan 
dan sejenisnya                                          Rp.1.000.000,-/pertahun
2. Penampungan/ pemasaran udang windu, 
lobster dan sejenisnya     Rp.1.000.000,-/pertahun
3. Pengolahan hasil perikanan    Rp.1.250.000,-/pertahun

B. Usaha Pembudidayaan Ikan :
1. Budidaya kolam air tenag dengan 
Areal lahan lebih dari 2 ha    Rp.  500.000,/ha/tahun
2. Budidaya kolam air deras dengan jumlah
Unit lebih dari 5 unit (1 unit = 100 m2)
per 100       Rp.  750.000,/ha/tahun
3. Budidaya air payau tradisional
Dengan areal lahan lebih dari 5 ha  Rp.  750.000,/ha/tahun
4. Budidaya air payau semi intensif
dengan areal lahan lebih dari 5 ha          Rp.1.500.000,/ha/tahun
5. Budidaya air payau intensif
Dengan areal lahan lebih dari 5 ha  Rp.2.000.000,/ha/tahun
6. Budidaya rumput laut    Rp.   250.000,/ha/tahun
7. Budidaya ikan kerapu, kakap, baronang dll 
per unit per tahun      Rp.1.000.000,/tahun
8. Budidaya siput mutiara dan 
sejenisnya per unit     Rp.1.500.000,/tahun

C. Usaha Pembenihan Ikan :
1. Pembenihan ikan air tawar produksi 
dengan areal lahan  lebih dari 0,75 ha dan
diatas 1.000.000 ekor per tahun    Rp.    500.000,-
2. Pembenihan udang galah dan sejenisnya
Dengan areal lahan lebih dari 0,5 ha dan
kapasitas produksi 2.500.000 sampai
5.000.000 ekor per tahun     Rp.    500.000,-
3. Pembenihan udang galah dan sejenisnya
dengan areal lahan lebih dari 0.5 ha
dan kapasitas produksi diatas 5.000.000
ekor pertahun       Rp.    750.000,-
4. Pembenihan udang windu dan sejenisnya
dengan areal lahan lebih dari 0,5 ha dan
kapasitas produksi 2.500.000 sampai
 5.000.000 ekor pertahun     Rp.  750.000,-
5. Pembenihan udang windu dan sejenisnya
dengan areal lahan lebih dari 0,5 ha dan
kapasitas produksi diatas 5.000.000 
ekor pertahun       Rp.   1.000.000,-
6. Pembenihan siput mutiara dan sejenisnya 
perunit  pertahun      Rp.  750.000,-
7. Pembenihan ikan laut dengan areal lahan
Lebih dari 0,5 ha dan kapasitas produksi
1.000.000 ekor pertahun     Rp.  500.000,-




18



D. Usaha Alat Penangkap  Ikan :
1. Alat Tangkap Bergerak :
a.  Long Line 20 – 50 unit (1 unit = 500 – 600 m) Rp   1.000.000,-
b.  Long Line diatas 50 unit    Rp.  1.500.000,-
c.  Purse seine ukuran panjang dibawah 200 mtr Rp.  1.000.000,-
d.  Purse seine ukuran panjang diatas 200 m eter Rp.  1.500.000,-
e.  Pole and Line      Rp.     500,000,-
f.  Pajala 1 unit      Rp   1.000.000,-
g.  Bagan apung satu unit     Rp.  1.000.000,-
h.  Gill net ukuran 100 meter    Rp.     250.000,-
i.  Gill net ukuran panjang diatas 100 meter  Rp.     500.000,-
j.  Hand Line       Rp.     250.000,-
k.  Seser        Rp.    50.000.-

2. Alat Tangkap Menetap :
a.  Bagan tancap satu unit  / thn    Rp.     250.000,-
b.  Bubu satu unit / thn     Rp.       50.000,-
c.  Sero dan sejenisnya satu unit /thn   Rp.     500.000,-

E. Usaha Kapal Perikanan:

5 s/d 10 Gros Ton (GT) serta tidak menggunakan
modal dan/atau tenaga kerja asing perkapal pertahun Rp.     700.000,-


Bagian Kempat
Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 30

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur serta besarnya tarif Retribusi
Izin Usaha Perikanan didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau
seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan
hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian                     
izin tersebut.

Bagian Kelima
Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terhutang
Pasal 31

Masa Retribusi izin usaha perikanan adalah 1 (satu) tahun.


Pasal 32
Retribusi terutang adalah saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain                      
yang  dipersamakan.





19



BAB VIII
PERIZINAN USAHA PENANGKAPAN IKAN
Pasal 33

(1) Setiap penguasaahaan perikanan wajib memiliki IUP..
(2) IUP diberikan terhadap usaha :
a. Penangkapan ikan
b. Pembudidayaan ikan
c. Penyimpanan/penampungan dan / pengolahan/pengawaetan ikan
d. Penggunaan alat tangkap ikan
e. Penggunaan kapal perikanan.
(3) Untuk memperoleh IUP harus mengajukan permohonan kepada Bupati
atau pejabat lain yang ditunjuk sesuai kewenangannya.
(4) IUP berlaku selama perusahaan perusahaan perikanan masih melakukan
usaha perikanan dan harus diperpanjang untuk setiap tahunnya.
(5) Tata cara dan persyaratan untuk mendapatkan izin sebagaimana
dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.

BAB IX
RETRIBUSI IZIN TRAYEK
Bagian Kesatu
Nama, Objek Dan Subjek Retribusi
Pasal 34

Dengan nama Retribusi Izin Trayek dipungut Retribusi atas pemberian                   
izin trayek.


Pasal 35
Objek Retribusi Izin Trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau
Badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu
atau beberapa trayek tertentu.


Pasal 36
(1) Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Izin
Trayek dari Pemerintah Daerah.
(2) Wajib Retribusi Izin Trayek adalah orang pribadi atau Badan yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk
melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong
Retribusi Izin Trayek.


Bagian Kedua
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan jasa

Pasal 37
Tingkat penggunaan jasa Retribusi Izin Trayek diukur berdasarkan jumlah,
jenis kendaraan, jangka waktu  dan jenis pelayanan izin.





20



Bagian Ketiga
Struktur dan Besaran Tarif

Pasal 38
(1)  Struktur tarif digolongkan berdasarkan jenis angkutan dan daya angkut.
(2) Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut :

a. Tarif Retribusi Pemberian Izin Trayek :
1. Mobil penumpang umum, sebesar  Rp. 200.000,-/Kend/5 tahun;
2. Mobil Bus (seat  9 s/d 15 orang), sebesar  Rp. 250.000,-/Kend/5 tahun;
3. Mobil Bus (seat 16 s/d 26 orang), sebesar  Rp. 300.000,-/Kend/5 tahun;
4. Mobil Bus (seat > 27 orang), sebesar  Rp. 350.000,-/Kend/5 tahun.

b. Tarif Retribusi Izin  Insedentil  sebesar            Rp.  25.000,- / kend/1xperjalanan


Bagian Kempat
Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 39

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur serta besarnya tarif Retribusi
Izin Trayek didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh
biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan
hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian                      
izin tersebut.


Bagian Kelima
Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terhutang
Pasal 40
Masa Retribusi izin trayek adalah jangka waktu yang lamanya 5 (lima) tahun
yang pemungutan retribusi dilakukan sekaligus.

BAB X
KETENTUAN PERIZINAN
Pasal 41

(1) Setiap kegiatan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau
beberapa trayek dan kegiatan usaha angkutan Wajib memiliki Izin.
(2) Izin Trayek dan Usaha Angkutan berlaku selama usaha berjalan secara
kontinyu.
(3) Untuk kepentingan pembinaan dan pengawasan, setiap tahun wajib                  
memberikan laporan dan didaftar ulang.
(4) Mekanisme dan tata cara untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Pasal 42

Izin trayek dan Izin Usaha Angkutan dapat dicabut apabila :
a. Pemegang izin dengan sengaja memalsukan data atau dokumen yang
dilampirkan sewaktu mengajukan permohonan izin;
21

b. Pemegang izin tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam
peraturan ini;
c. Pemegang izin melakukan perubahan trayek tanpa persetujuan                   
pemberi izin;
d. Pemegang izin atas kemauannya sendiri menyerahkan kembali kepada
pemberi izin;
e. Terjadi perubahan pemegang izin tanpa sepengetahuan pemberi izin.


BAB XI
WILAYAH RETRIBUSI
Pasal 43
Wilayah Retribusi adalah Wilayah Daerah.


BAB XII
TATA CARA PEMUNGUTAN

Pasal 44
(1)   Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
(2)    Hasil pungutan retribusi disetor ke Kas daerah.
(3) Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi ditetapkan dengan                     
Peraturan  Bupati.

BAB XIII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 45

(1) Pembayaran Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus dimuka.
(2) Retribusi yang terhutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.
Pasal 46
Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau
kurang membayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua)
persen) setiap bulan dari retribusi yang terhutang yang tidak atau kurang                      
di bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.


BAB XIV
TATA CARA PENAGIHAN
Pasal 47

(1) Penagihan retribusi terhutang didahului dengan surat teguran.
(2) Pengeluaran surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal
tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah                   
7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
(3)Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat                                  
teguran /peringatan/surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi
retribusi yang terutang.
(4) Surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagaimana di maksud
pada ayat (1) dibuat oleh pejabat yang di tunjuk.


22



BAB XV
KEBERATAN
Pasal 48
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau 
pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2)  Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai
alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena
keadaan diluar kekuasaannya.
(4)  Keadaan diluar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah
suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak atau kekuasaannya                         
wajib retribusi.
(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar rertibusi dan
pelaksanaan penagihan retribusi.

Pasal 49
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan
dengan menerbitkan surat keputusan keberatan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan
kepastian hukum bagi wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan
harus diberi keputusan oleh Bupati.
(3) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan
bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut
dianggap dikabulkan.

Pasal 50
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan
pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan
pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.

BAB XVI
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 51

(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan
permohonan pengembalian kepada bupati.
(2)  Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3)  Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)  telah dilampaui
dan bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus
diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan
pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung
diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.
23

(5)   Pengambilan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak
diterbitkannya SKRDLB.
(6)   Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat
jangka waktu 2 (dua) bulan Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan
pembayaran retribusi.
(7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XVII
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 52

(1)  Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan
retribusi.
(2)  Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi,
(3)  Pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
diberikan kepada Wajib Retribusi yang ditimpa bencana alam dan atau
kerusuhan serta dalam rangka kegiatan sosial.
(4)  Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.

BAB XVIII
KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 53

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah
melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya
retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang
retribusi.


 (2) Kedaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tertangguh jika :
a.  Diterbitkan surat teguran; atau
b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi, baik langsung
maupun tidak langsung.

(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, kedaluwarsa penagihan di hitung sejak tanggal diterimanya Surat
teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b adalah wajib retribusi dan belum melunasinya kepada
pemerintah daerah.
(5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran
atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh                           
wajib retribusi.

Pasal 54
(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk
melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi yang sudah
kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
24

(3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur
dengan Peraturan Bupati.

BAB XIX
PEMERIKSAAN
Pasal 55
(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan
perundang-undangan retribusi daerah.
(2)  Wajib retribusi yang diperiksa wajib :
a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen
yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan
objek retribusi yang terhutang.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan
dan/atau
c. Memberikan keterangan yang diperlukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan retribusi diatur
dengan Peraturan Bupati.

BAB XX
INSENTIF PEMUNGUTAN

Pasal 56
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberikan
insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan                
yang berlaku.
BAB XXI
PENINJAUAN TARIF
Pasal 57

(1) Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) dilakukan
dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.

BAB XXII
KETENTUAN KHUSUS

Pasal 58
(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu
yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Retribusi dalam
rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan
peraturan perundang-undangan retribusi daerah;
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati  untuk membantu dalam
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan;

25

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) adalah :
a. pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli
dalam sidang pengadilan; dan
b. pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Bupati  untuk
memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi
Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang
keuangan daerah.
BAB XXIII
PENYIDIKAN
Pasal 59

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana dibidang retribusi daerah, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh
pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(3)   Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah
agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah tersebut;
c.   Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;
e.  Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan
penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f.  Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah;
g.  Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud
pada huruf e di atas;
h.  Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang
retribusi daerah;
i.  Memanggil seseorang untuk didengar keterangannya dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
j.  Menghentikan penyidikan; dan atau
k. Melakukan tindakan lain yang dianggap perlu untuk kelancaran
penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum
yang dapat dipertanggungjawabkan.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.


26

BAB XXIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 60

(1)  Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya membayar retribusi
berdasarkan penetapan retribusi sesuai SKRD sebagaimana dimaksud pada
Pasal 11, Pasal 18, Pasal 29 dan Pasal 38 sehingga merugikan keuangan
daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana
denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau              
kurang di bayar.
(2)  Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan Negara.

BAB XXV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 61

(1) Izin-izin yang telah dikeluarkan sebelum dikeluarkannya Peraturan
Daerah ini masih tetap berlaku sampai dengan selesainya                                 
masa izin tersebut.
(2) Izin – izin yang sementara diproses dan belum selesai perhitungan
retribusinya menyesuaikan dengan ketentuan yang tercantum dalam
Peraturan Daerah ini.
BAB XXVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 62

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :

a.  Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 8 Tahun 2000 tentang Retribusi
Izin Gangguan (Lembaran Daerah Kabupaten Banggai Tahun 2000,      
Nomor 23, Seri B Nomor 11);
b.  Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 14 Tahun 2001 tentang
Retribusi Izin Usaha Perikanan (Lembaran Daerah Kabupaten Banggai Tahun
2001, Nomor 16, Seri C Nomor 1 );
c.  Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor  7  Tahun 2003  tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Banggai
Tahun 2003, Nomor 16, Seri C Nomor 1);
d.  Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang                 
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Banggai
Tahun 2006, Nomor 21, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 21);
e.  Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Retribusi Izin Trayek Dan izin Usaha Angkutan (Lembaran Daerah Kabupaten
Banggai Tahun 2009, Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 58);
f.  Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 15 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin
Gangguan (Lembaran Daerah Kabupaten Banggai Tahun 2009, Nomor 17,
Tambahan Lembaran Daerah Nomor 62); 
g.  Peraturan Bupati Banggai Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Izin Gangguan (Berita Daerah Kab. Banggai Tahun 2011,            
Nomor 1506).
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

27

Pasal 63

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan                      
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Banggai.


Ditetapkan di Luwuk
pada tanggal  11 Nopember 2013

BUPATI BANGGAI,




M. SOFHIAN MILE
Diundangkan di Luwuk
pada tanggal  11 Nopember 2013

  SEKRETARIS DAERAH
   KABUPATEN  BANGGAI,



   PEMBINA UTAMA MADYA
SYAHRIAL LABELO, SH.,M.Si
NIP. 19590116 198503 1 014





LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2013 NOMOR 11    















28

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI
NOMOR 11 TAHUN 2013

TENTANG

RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU

I. UMUM

Pemungutan Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dicantumkan dalam
Pasal 141 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah adalah merupakan kewenangan Daerah Otonom sebagai salah
satu sumber pendapatan asli daerah guna membiayai penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dan kemandirian di Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembangunan Bangunan milik pemerintah dan pemerintah Daerah
dalam hal pembagunan kantor eksekutif, legislative, yudikatif dan
bangunan sarana atau prasarana lainnya.
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tidak
termasuk Bangunan Pemerintah atau Pemerintah Daerah untuk
pembangunan jasa umum dan jasa usaha yang ada unsur
komersial

Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
 Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

a. Penerbitan dokumen izin
1. pemecahan dokumen Izin Mendirikan Bangunan;
2. pembuatan duplikat/fotokopi dokumen Izin Mendirikan Bangunan
yang dilegalisasikan sebagai pengganti dokumen Izin Mendirikan
Bangunan yang hilang atau rusak;
3. pemutakhiran data atas permohonan pemilik bangunan gedung ;
dan/atau
4. perubahan non teknis lainnya;
29



b. Pengawasan Dilapangan

1. Pembiayaan operasional jasa pelayanan peninjauan desain,
perhitungan konstruksi dan pemantauan pelaksanaan
pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan
dan rencana tata ruang, dengan tetap memperhatikan KDB, KLB, KB;
dan
2. Biaya Pengecekan, pengukuran dan transport dalam rangka
pengawasan.

c. Penegakan Hukum
1. Naskah dinas Izin Mendirikan Bangunan
2. Pengawasan dan pengamanan Peraturan Daerah

d. Penatausahaan
1. Penyediaan formulir permohonan Izin Mendirikan Bangunan
2. Pembuatan papan dan atau plat IMB;
3. Legalisir IMB

e. Biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
1. pembiayaan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi
pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat keselamatan bagi yang
menempati bangunan tersebut.
2. Pembiayaan Amdal, UKL/ UPL dan SPPL.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
 Bangunan bukan gedung meliputi :
a. pelataran untuk parkir, lapangan tenis, lapangan basket, lapangan
golf, dan lain-lain sejenisnya;
b. pondasi, pondasi tangki, dan lain-lain sejenisnya;
c. pagar tembok/besi dan tanggul/turap, dan lain-lain sejenisnya;
d. septic tank/bak penampungan bekas air kotor, dan lain-lain
sejenisnya;
e. sumur resapan, dan lain-lain sejenisnya;
f. teras tidak beratap atau tempat pencucian, dan lain-lain sejenisnya;
g. dinding penahan tanah, dan lain-lain sejenisnya;
h. jembatan penyeberangan orang, jembatan jalan perumahan, dan
lain-lain sejenisnya;
i. penanaman tangki, landasan tangki, bangunan pengolahan air,
gardu listrik, gardu telepon, menara, tower, tiang listrik/telepon,
dan lain-lain sejenisnya;
j. kolam renang, kolam ikan air deras, dan lain-lain sejenisnya; dan
k. gapura, patung, bangunan reklame, monumen, dan lain-lain
sejenisnya.
Ayat (3) 
Cukup jelas.


30



Pasal 8
Huruf a. Fungsi hunian terdiri atas bangunan gedung hunian rumah
tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah tinggal sementara
(asrama, rumah tamu dll sejenis).
Huruf b.  Fungsi keagamaan terdiri atas masjid/mushola, gereja, vihara,
klenteng, pura, dan bangunan pelengkap keagamaan. 
Huruf c.   Fungsi usaha terdiri atas perkantoran komersial, perdagangan,
perindustrian, wisata dan rekreasi, pasar modern, ruko, rukan,
mal/supermarket, hotel tunggal, restoran, penginapan, rumah
kost, terminal ( seperti terminal angkutan darat, bandara dan
pelabuhan laut), penyimpanan (seperti gudang, tempat
pendinginan, gedung parkir) dan lain-lain sejenisnya. 
Huruf d. Fungsi sosial dan budaya terdiri atas bangunan olahraga,
bangunan pemakaman, bangunan kesenian/kebudayaan,
bangunan pasar tradisional, bangunan terminal/halte bus,
bangunan pendidikan, bangunan kesehatan, kantor
pemerintahan, bangunan panti jompo, panti asuhan, dan                
lain-lain sejenisnya.
Huruf e. Fungsi khusus adalah bangunan gedung yang mempunyai
kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional atau
penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat
disekitarnya atau mempunyai resiko bahaya tinggi dan
penetapannya dilakukan oleh menteri, yang terdiri dari
bangunan militer, instalasi pertahanan, laboratorium forensik,
SPBU, serta menara/tower telekomunikasi, menara transmisi,
tanki bahan bakar, jembatan, billboard megatron dan instalasi
militer dan instalasi pengolahan/pemanfaatan sumber                   
daya alam dan lain sejenisnya.
Huruf f. Fungsi ganda/campuran terdiri atas Rumah Toko, hotel
campuran dan mall, apartemen-mall, mall/shopping center,
sport hall, dan/atau hiburan dan lain – lain sejenisnya. 
Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Rumus perhitungan retribusi yang diatur sebagai berikut :

1. Retribusi Pembangunan Gedung Bangunan Baru
L x It x 1.00 x HSbg
2. Retribusi rehabilitasi/renovasi/pemugaran Pembangunan Gedung
L x It x Tk x HSbg
3. Retribusi  bangunan bukan gedung/ Prasarana bangunan Baru
V x I x 1.00 x HSpbg
4. Retribusi rehabilitasi/renovasi/pemugaran bangunan bukan gedung/
Prasarana bangunan
V x I x Tk x HSpbg

Keterangan :

L = Luas lantai bangunan gedung
V = Volume/besaran (dalam satuan m, m2, unit)
I = Indeks ( Waktu Penggunaan Bangunan )
It = Indeks Terintegrasi
31




Tk = Tingkat Kerusakan
 0.45 untuk tingkat kerusakan sedang
 0.65 untuk tingkat kerusakan berat
              Tingkat pemugaran
 0.30 untuk pelestarian pemugaran utama
 0.45 untuk pelestarian pemugaran madya
 0.65 untuk pelestarian pemugaran madya
HSbg = Harga Satuan retribusi bangunan gedung
HSpbg= Harga Satuan retribusi bangunan bukan gedung/ prasarana gedung
1,00 = Indeks pembagunan baru

Pasal 11
I. Contoh Bangunan Gedung
1. Contoh : Perhitungan Retribusi IMB untuk fungsi hunian Rumah tinggal

Luas bangunan baru = 95 m2
Indeks Parameter fungsi hunian = 0,50
Indeks Parameter waktu penggunaan (tetap) = 1,00
Indeks Bangunan Baru              = 1.00
Harga Satuan / tarif          = Rp. 16.000,-

Indeks Parameter fungsi
- Kompleksitas, bobot = 0,25
  Parameter sederhana, indeks = 0,40
- Permanensi, bobot = 0,20
  Parameter Permanen, indeks = 1,00
- Resiko kebakaran, bobot = 0,15
  Parameter sedang, indeks = 0,70
- Zonasi gempa, bobot = 0,15
  Parameter Zona IV/ Sedang = 0,50
- Kepadatan bangunan gedung, bobot = 0,10
  Parameter sedang, indeks = 0,70
- Ketinggian bangunan gedung, bobot = 0,10
  Parameter Rendah, indeks = 0,40
- Kepemilikan, bobot = 0,05
  Parameter Perorangan, indeks = 0,70



 Perkalian Bobot dan Indeks :
0,25 X 0,40 = 0,10
0,20 X 1,00 = 0,20
0,15 X 0,70 = 0,11
0,15 X 0,50 = 0,08
0,10 X 0,70 = 0,07
0,10 X 0,40 = 0,04
0,05 X 0,70 =
                      0,64
0,04
 Indeks Terintegrasi = 0,50 x 0,64 x 1,00 = 0,32
   
 Jumlah Luas Bangunan x Indeks terintegrasi x Indeks Bg. Baru x HS/tarif

 Retribusi IMB = 95 m2 x 0,32 x 1,00 x Rp. 16.000,- = Rp. 486.400,-

2. Contoh : Perhitungan Retribusi IMB untuk fungsi Usaha ( Restoran,
penginapan, Toko, Rumah Kost)

Luas bangunan baru terdiri dari :
Lantai I             = 95 m2
Lantai II    = 95 m2
Jumlah Lantai I + II = 190 m2
Indeks Parameter fungsi usaha  = 1,50
32

Indeks Parameter waktu penggunaan (tetap) = 1,00
Indeks  Bangunan Baru             = 1.00
Harga Satuan / tarif          = Rp. 16.000,-

Indeks Parameter fungsi
- Kompleksitas, bobot = 0,25
  Parameter sederhana, indeks = 0,70
- Permanensi, bobot = 0,20
  Parameter Permanen, indeks = 1,00
- Resiko kebakaran, bobot = 0,15
  Parameter sedang, indeks = 0,70
- Zonasi gempa, bobot = 0,15
  Parameter Zona Sedang = 0.50
- Kepadatan bangunan gedung, bobot = 0,10
  Parameter sedang, indeks = 0,70
- Ketinggian bangunan gedung, bobot = 0,10
  Parameter Rendah, indeks = 0,40
- Kepemilikan, bobot = 0,05
  Parameter Perorangan, indeks = 0,70
 Perkalian Bobot dan Indeks :
0,25 X 0,70 = 0,18
0,20 X 1,00 = 0,20
0,15 X 0,70 = 0,11
0,15 X 0.50 = 0,08
0,10 X 0,70 = 0,07
0,10 X 0,40 = 0,04
0,05 X 0,70 =
                      0,72
0,04
 Indeks Terintegrasi = 1.50 x 0,72 x 1,00 = 1,08
 Jumlah Luas Bangunan x Indeks terintegrasi x Indeks Bg. Baru x HS/tarif

 Retribusi IMB = 190 m2 x 1,08 x 1,00 x Rp. 16.000,- = Rp. 3.283.200,- 

3. Contoh : Perhitungan Retribusi IMB untuk fungsi Campuran                             
( Toko + Rumah Tinggal )

Luas bangunan baru terdiri dari :
Lantai I Toko             = 175 m2
Lantai II Rumah Tinggal  = 175 m2
Jumlah Lantai I + II = 350 m2
Indeks Parameter fungsi campuran  = 1.75
Indeks Parameter waktu penggunaan (tetap) = 1,00
Indeks  Bangunan Baru             = 1.00
Harga Satuan / tarif          = Rp. 16.000,-

Indeks Parameter fungsi
- Kompleksitas, bobot = 0,25
  Parameter tidak sederhana, indeks = 0,70
- Permanensi, bobot = 0,20
  Parameter Permanen, indeks = 1,00
- Resiko kebakaran, bobot = 0,15
  Parameter sedang, indeks = 0,70
- Zonasi gempa, bobot = 0,15
  Parameter Zona Sedang = 0.50
- Kepadatan bangunan gedung, bobot = 0,10
  Parameter sedang, indeks = 0,70
- Ketinggian bangunan gedung, bobot = 0,10
  Parameter Rendah, indeks = 0,40
- Kepemilikan, bobot = 0,05
  Parameter Perorangan, indeks = 0,70


33

 Perkalian Bobot dan Indeks :
0,25 X 0,70 = 0,18
0,20 X 1,00 = 0,20
0,15 X 0,70 = 0,11
0,15 X 0.50 = 0,08
0,10 X 0,70 = 0,07
0,10 X 0,40 = 0,04
0,05 X 0,70 =
                      0,72
0,04
 Indeks Terintegrasi = 1.75 x 0,72 x 1,00 = 1,26

 Jumlah Luas Bangunan x Indeks terintegrasi x Indeks Bg. Baru x HS/tarif

 Retribusi IMB = 350 m2 x 1,26 x 1,00 x Rp. 16.000,- = Rp. 7.056.000,-


4. Contoh : Perhitungan Retribusi IMB untuk fungsi Ganda/Campuran ( Hotel
Berbintang, Restoran, Karaoke, Mall )

Luas bangunan baru terdiri dari :
Lantai I  = 2000 m2
Lantai II  = 2000 m2
Lantai III  = 2000 m2
Lantai IV  = 1500 m2
Lantai V  = 1500 m2

Jumlah Lantai I + II + III + IV + V = 9000 m2
Indeks Parameter fungsi campuran  = 1,75
Indeks Parameter waktu penggunaan (tetap) = 1,00
Indeks  Bangunan Baru             = 1.00
Harga Satuan / tarif          = Rp. 16.000,-

Indeks Parameter fungsi
- Kompleksitas, bobot = 0,25
  Parameter Tidak Sederhana, indeks = 0,70
- Permanensi, bobot = 0,20
  Parameter Permanen, indeks = 1,00
- Resiko kebakaran, bobot = 0,15
  Parameter sedang, indeks = 0,70
- Zonasi gempa, bobot = 0,15
  Parameter Zona Sedang = 0.50
- Kepadatan bangunan gedung, bobot = 0,10
  Parameter sedang, indeks = 0,70
- Ketinggian bangunan gedung, bobot = 0,10
  Parameter Sedang, indeks = 0,70
- Kepemilikan, bobot = 0,05
  Parameter Badan Usaha, indeks = 1,00

 Perkalian Bobot dan Indeks :
0,25 X 0,70 = 0,18
0,20 X 1,00 = 0,20
0,15 X 0,70 = 0,11
0,15 X 0.50 = 0,08
0,10 X 0,70 = 0,07
0,10 X 0,70 = 0,07
0,05 X 1,00 =
                      0,76
0,05
 Indeks Terintegrasi = 1,75 x 0,76 x 1,00 = 1.33

 Jumlah Luas Bangunan x Indeks terintegrasi x Indeks Bg. Baru x HS/tarif

34

 Retribusi IMB = 9000 m2 x 1.33 x 1,00 x Rp. 16.000,- = Rp. 191.520.000-



II. Contoh Bangunan Bukan Gedung :

1. Contoh : Perhitungan Retribusi IMB untuk Pagar Beton/Besi

 Luas bangunan bukan gedung   = 30 m2
 Indeks Bangunan Baru              = 1.00
 Harga Satuan / tarif          = Rp. 8.000,-

 Jumlah Luas Bangunan x Indeks Bg. Baru x HS/tarif
 Retribusi IMB = 30 m2 x x 1,00 x Rp. 8.000,- = Rp. 240.000-

2. Contoh : Perhitungan Retribusi IMB untuk Kolam Renang

 Luas bangunan                           = 10 x 25 x 1  = 250 m2
 Indeks Bangunan Baru               = 1.00
 Harga Satuan / tarif           = Rp. 8.000,-

 Jumlah Luas Bangunan x  Indeks Bg. Baru x HS/tarif
 Retribusi IMB = 250 m2 x 1,00 x Rp. 8.000,- = Rp. 2.000.000-


III. Contoh Bangunan Gedung dan Bukan Gedung                           
menggunakan RAB:
 Bangunan komersial dilaksanakan melalui kontrak:
   Total RAB   =  Rp 20.000.000.000,-

  Retribusi   RAB     x  3 %
           Rp. 20.000.000.000,-   x   3 % =   Rp. 600.000.000,-

 Bangunan Bangunan Bukan Gedung/prasarana gedung
dilaksanakan sendiri tanpa kontrak dan tidak dapat dihitung
dengan satuan.
 
 Total RAB   =  Rp 250.000.000.,-

  Retribusi   RAB     x  1.75  %
           Rp. 250.000.000,-   x   1.75 % =   Rp. 4.375.000,-
Pasal 12
 Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
  Cukup jelas.
35

 Tempat Usaha Gangguan Tinggi /Berat,:
a. Pompa Bensin (SPBU)
b. Agen Elpiji/Gas
c. Tempat Pabrik Kimia
d. Pabrik makanan dan minuman / Pabrik Es Balok dan sejenisnya
e. Pemotongan Hewan, Peternakan Hewan Besar/Unggas,
penyamakan, pengasapan kulit hewan
f. Pengolahan/ Penumpukan CPO
g. Dermaga/galangan kapal
h. Usaha / Industri ( Memiliki Amdal)
i. Saw mill, penggergajian kayu, bengkel bubut,
j. Pertambangan dan Pengolahan minyak dan gas bumi, batu
bara/briket batu bara/nikel /Mineral bukan logam dan Batuan
(Galian Gol C) dan sejenisnya
k. Pengolahan Karet
l. Menara pemancar siaran TV/radio atau satelit, Tower
m. Usaha kuari/ usaha pemecahan batu (stone cruiser)
n. Badan Hukum PT, CV, klasifikasi B
o. Agen Minyak Tanah/Pangkalan Minyak Tanah
p. Pembudidayaan Burung Walet
q. Penampungan/gudang hasil bumi dan hasil perkebunan, hasil
hutan
r. Budidaya Air Payau
s. Depot kayu/Panglong kayu
t. Huller padi
u. Vulkanisir
v. Pencucian Mobil
w. Lain lain sejenisnya

 Tempat Usaha Gangguan Sedang:
a. Show Room, toko onderdil kendaraan bermotor
b. Bengkel Mobil/karoseri, motor sepeda dan sejenisnya
c. Klinik, apotek, praktek dokter dan toko obat
d. Kolam Renang, Kolam Usaha dan sejenisnya
e. Hotel, wisma, penginapan, restoran, cafe, losmen, rumah kost,
tempat hiburan, bioskop, bilyar, rental vcd, Playstation, counter
f. Pelataran usaha parkir dan sejenisnya
g. Agen minuman dan makanan
h. Penjualan saprodi
i. Pembuatan/penjualan meuble
j. Dagang elektronik
k. Penjualan emas, perak dan pertukangan besi
l. Perusahaan asing, BUMD, dan BUMN, Perbankan
pemerintah/swasta
m. Badan hukum (CV. Klasifikasi K1, K2, K3/ Firma, Koperasi)
Klasifikasi K dan M
n. Percetakan, Biro reklame
o. Sewa kursi/tenda, organ tunggal, band
p. Studio foto dan dagang perlengkapannya
q. Jahit pakaian, taylor, konveksi, laundry
r. Penjualan karcis, loket kendaraan umum, travel
s. Barber shop, salon dan sanggar kecantikan, sanggar kesenian
t. Pendidikan/ kursus komputer, tempat penitipan anak
u. Dagang elektronik second, penjualan barang-barang second
v. Penitipan kilat/ekspedisi
w. Wartel/kiostel/Warnet
36

x. Batu bata, genteng pemahatan batu, saniter
y. Pembatikan, bangsal kapuk
z. Pengolahan tahu tempe




aa. Penampungan barang bekas
bb. Penyulingan minyak atsiri
cc. Usaha / Industri memiliki SPPL, UKL/UPL
dd. Penampungan batu hias
ee. Budi daya air tawar
ff. Pedagang grosir
gg. Usaha pengolahan hasil perikanan
hh. Usaha Catering
ii. Lain-lain sejenisnya

 Tempat Usaha Gangguan Rendah / Ringan:
a. Dagang kelontongan, manisan
b. Dagang pakaian jadi, tekstil, mainan anak atau sejenisnya
c. Dagang buku dan perlengkapannya
d. Dagang makanan dan minuman
e. Tambal ban tunggal
f.  Pengrajin sapu ijuk dan sejenisnya
g. Lain-lain sejenisnya

Ayat (4)
 Kriteria Indeks Lokasi Tinggi  adalah Jalan
Propinsi/Primer/Utama
 Kriteria Indeks Lokasi Sedang adalah Jalan Kabupaten/Sekunder
 Kriteria Indeks Lokasi Rendah adalah Jalan
Lokal/Lingkungan/Tertier

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
- Perusahaan Mikro adalah perusahaan yang mempunyai
kekayaan/modal sampai dengan  50.000.000 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha.
-  Perusahaan Kecil (PK) adalah perusahaan yang mempunyai
kekayaan/modal lebih dari 50.000.000 s/d Rp. 500. 000. 000,- tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
- Perusahaan Menengah (PM) adalah perusahaan yang mempunyai
kekayaan/modal usaha lebih Rp. 500. 000. 000,- s/d 10.000.000.000,-
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
- Perusahaan Besar (PB) adalah perusahaan yang mempunyai
kekayaan/modal usaha lebih dari 10.000.000.000,-                            
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)     RIG = (LRTU x (IL + IG)) + Tarif/Satuan Harga LRTU x Waktu
Ket :
RIG  = Retribusi Izin Gangguan
37

LRTU  = Luas Ruang Tempat Usaha
IL  = Indeks Lokasi
IG  = Indeks Gangguan
TARIF          =  Satuan harga setiap luas tempat usaha
Waktu         =  3 (tiga) tahun


Contoh 1 : Penghitungan Tarif Retribusi Izin Gangguan
Jenis Usaha Perusahaan Kecil (PK)
Usaha Toko Dagang Elektronik,
Berlokasi di jalan Primer /Provinsi/Utama
Luas Bangunan = 30 m2
Tarif Retribusi 30 m2 = Rp. 60.000,-
Indeks Lokasi  Tinggi = 1200
Indeks Gangguan Sedang = 1050
Jadi tarif retribusi Izin Gangguan adalah:

(LRTU x (IL + IG)) + Tarif/Satuan Harga LRTU x Waktu

30 m2 x  (1200+1050) + 60.000 x 3
(30 m2 x 2250) + 60.000 x 3           = Rp. 382.500,-

Jumlah total retribusi IG       = Rp. 382.500,-

Contoh 2 : Penghitungan Tarif Retribusi Izin Gangguan
Usaha Pertambangan Mineral Batuan ,
Jenis Usaha Perusahaan Menengah (PM)
Luas Tempat Usaha = 4 Ha =40.000 m2
Berlokasi di jalan Lokal/Lingkungan
Tarif Retribusi sampai dengan luas 40.000 m2 = Rp. 200.000,-
Indeks Lokasi pada Lokasi Rendah = 950
Indeks Gangguan Tinggi = 1200
Jadi tarif retribusi Izin Gangguan adalah:

LRTU x (IL+ IG)) + Tarif/Satuan Harga LRTU x Waktu
(40.000 m2 x (950+1200) +Rp. 200.000 x 3    
(40.000 m2 x 2150) +Rp. 200.000 x 3         = Rp. 258.600.000,-

Jumlah total retribisi IG                 = Rp. 258.600.000,-
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
38

Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
39

Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Dalam hal besarnya tarif retribusi yang telah ditetapkan dalam Peraturan
Daerah perlu disesuaikan karena biaya penyediaan layanan cukup besar
dan/atau besarnya tarif tidak efektif lagi untuk mengendalikan
permintaan layanan tersebut, Bupati dapat menyesuaikan tarif retribusi
yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati, dengan terlebih dahulu
dikomunikasikan dengan DPRD melalui komisi terkait.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI  NOMOR 107

   















40



 Lampiran : Peraturan Daerah Kabupaten Banggai
   Nomor  : 11 Tahun 2013
   Tanggal:  11 Nopember 2013


RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

Tabel  1 :  RUMUS RETRIBUSI IMB


KOMPONEN RETRIBUSI


a. Bangunan Gedung
    1). Pembangunan Bangunan Gedung Baru
  
    2). Rehabilitasi/renovasi bangunan gedung 
meliputi :
perbaikan/perawatan/perubahan/
perluasan/ pengurangan:
        a). Rusak Sedang
        b). Rusak Berat

    3). Pelestarian/Pemugaran
         a). Pratama
         b). Madya
         c). Utama

b. Bagunan Bukan Gedung/Prasarana
Bangunan Gedung
    1). Pembangunan Baru
  
    2). Rehabilitasi
        a). Rusak Sedang
        b). Rusak Berat







PERHITUNGAN BESARNYA RETRIBUSI
Luas BG x Indeks Terintegrasi *) x 1.00 x HSBg Retribusi






Luas BG x Indeks Terintegrasi *) x 0.45 x HSbg Retribusi
Luas BG x Indeks Terintegrasi *) x 0.65 x HSbg Retribusi


Luas BG x Indeks Terintegrasi *) x 0.65 x HSbg Retribusi
Luas BG x Indeks Terintegrasi *) x 0.45 x HSbg Retribusi
Luas BG x Indeks Terintegrasi *) x 0.30 x HSbg Retribusi



Volume x Indeks *) x 1.00 x HSpbg Retribusi


Volume x Indeks *) x 0.45 x HSpbg Retribusi
Volume x Indeks *) x 0.65 x HSpbg Retribusi 
Catatan :  *) Indeks Terintegrasi : Hasil perkalian dari indeks-indeks parameter.
                    HS : Harga Satuan retribusi atau tarif retribusi dalam rupiah per – m2.


Tabel 2:   INDEKS TERINTEGRASI (It)

A. Fungsi Bangunan
No. Parameter Indeks Hasil
1. Hunian
a. Rumah Tinggal tunggal Sederhana, Rumah Inti
Tumbuh, Rumah Sederhana Sehat, Rumah
Deret Sederhana
b. Rumah tinggal tidak sederhana, rumah tinggal
sementara)
2. Keagamaan 0.00
3. Usaha 1.50
4. Sosial Budaya
a. Milik Negara/Pemerintah/Pemda
(Kantor  Eksekutif, legislative, yudikatif dan sarana
lainnya)
b. Milik Negara/Pemerintah/Pemda bidang  jasa
umum, jasa usaha atau ada unsure komersial
c. Milik Swasta

0.05
0.50

0.00

1.00

41

5. Khusus 1.45
6. Campuran 1.75



B. Klasifikasi Bangunan
No. Parameter
Indeks
(I)
Bobot
(B)
Hasil (B) x (I)
1. Karakter Kompleksitas dan Tingkat
Teknologi
a. Sederhana


0.40
0.25
b. Tidak Sederhana 0.70
c. Khusus 1.00
2. Permanensi
a. Darurat

b. Semi Permanen 0.70
c. Permanen  1.00
3. Risiko Kebakaran
a. Rendah
0.40
0.20 

0.40
0.15
b. Sedang 0.70
c. Tinggi 1.00
4. Zonasi Gempa : Zona IV / Sedang 0.50 0.15
5. Lokasi (Kepadatan Bangunan Gedung)
a. Renggang

0.40
0.10
b. Sedang 0.70
c. Padat 1.00
6. Ketinggian Bangunan
a. Rendah (1-4 lantai)

b. Sedang (5-8 lantai) 0.70
c. Tinggi (diatas 8 lantai ) 1.00
7. Kepemilikan
a. Negara/Pemerintah
b. Perorangan 0.70
0.40
0.10 

0.40
0.05 
c. Badan Usaha 1.00
Jumlah Hasil (B) x (I) 

C. Waktu Penggunaan Bangunan 
No. Parameter Indeks Hasil
1. Maksimal 6 bulan (sementara jangka pendek) 0.40
 2. Maksimal 3 tahun (sementara jangka menengah) 0.70
3. Diatas 3 tahun  ( tetap) 1.00
  
Indeks Terintegrasi = Fungsi Bangunan x Klasifikasi x Waktu Penggunaan

Catatan :


 Bangunan gedung, atau bagian bangunan gedung di bawah permukaan tanah
(basement), di atas/bawah permukaan air, prasarana dan sarana umum diberi
indeks pengali tambahan 1,30

Tabel  3:  BANGUNAN BARU DAN TINGKAT KERUSAKAN (Tk)




No.
Bangunan /
Prasarana Bangunan
Indeks Bangunan Baru
dan
Tingkat Kerusakan (Tk)
1. Baru 1.00
2.


Rehabilitasi/Renovasi
a. Rusak Sedang
b. Rusak Berat
0.65
3. Pelestarian/Pemugaran
a. Utama

0.30
b. Madya 0.45
c. Pratama 0.65

0.45
42




Tabel  4 : HARGA SATUAN MENURUT FUNGSI BANGUNAN GEDUNG

No. Fungsi Bangunan Harga Satuan (Rp.)
1. Hunian
• Rumah Tinggal Sederhana dll
sejenisnya Rp. 16.000 
• Rumah Tinggal Tidak
Sederhana dll sejenisnya

2.


Keagamaan
• Masjid/mushollah
Rp. 16.000
• Gereja
• Pura
• Vihara
• Kelenteng
• Sarana Pelengkap Keagamaan
3. Usaha
• Perkantoran komersial Rp. 16.000
• Toko
• Supermarket
• Restoran/Rumah Makan
• Gudang
• Penginapan, Rukos sejenisnya
• Sarana Hiburan: 
Billyard, Bioskop, Diskotek,
Pub, Karaoke sejenisnya
• Lain – Lain sjenisnya
4. Sosial dan Budaya
• Sarana Pemakaman Rp. 16.000
• Sarana Kesenian/Kebudayaan
• Pasar Tradisional
• Terminal
• Sarana Pendidikan 
• Sarana Kesehatan
• Kantor Pemerintahan Komersial
• Sarana Sosial: 
Panti Jompo, Panti Asuhan

• Sarana Olah Raga
• MCK Umum 
5. Campuran
• Rumah Toko (Ruko) Rp. 16.000
• Rumah Kantor (Rukan)
• Mall 
• Hotel
• Apartemen
• Lain – lain sejenisnya

6. Khusus
• Bangunan Militer 
• Bangunan dengan fungsi
khusus selain di atas.
(Contoh: SPBU, Dermaga,
Rumah Walet, dll sejenisnya.)

Rp. 16.000

 Bangunan Gedung dan bangunan bukan gedung/prasarana bangunan komersial  yang                  
dilaksanakan melalui kontrak ditetapkan dengan prosentase terhadap Rencana                  
Anggaran Biaya (RAB) sebesar 3 %.






43





Tabel  5 : HARGA SATUAN BANGUNAN BUKAN GEDUNG/PRASARANA GEDUNG

NO. BANGUNAN Harga Satuan

1.



Bangunan Bukan  Gedung / prasarana gedung Baru
Rehabilitasi/renovasi Bangunan bukan Gedung/
prasarana gedung :

a. Konstruksi Pembatas/Penahan/Pengaman
• Tanggul/Retaining Wall
• Turap Batas Kavling/Persil
• Pagar tembok/besi
• Lain lain sejenis

b. Konstruksi Penanda Masuk Lokasi
• Gapura
• Gerbang
• Lain lain sejenis

c. Konstruksi Perkerasan
• Jalan
• Lapangan Upacara
• Lapangan Olah Raga Terbuka
• Pelataran parkir
• Lain lain sejenis

d. Konstruksi Penghubung
• Jembatan
• Box Culvert
• Lain lain sejenis

e. Konstruksi Kolam/Reservoir Bawah Tanah
• Kolam Renang
• Kolam Pengolahan Air
• Reservoir Bawah Tanah
• Lain lain sejenis

f. Konstruksi Menara
• Menara Antena
• Menara Reservoir
• Cerobong
• Tower
• Lain lain sejenis

g. Konstruksi Monumen
• Tugu
• Patung
• Lain lain sejenis

h. Konstruksi Instalasi/Gardu 
• Instalasi Listrik
• Instalasi Telepon/Komunikasi
• Instalasi Pengolahan
• Gardu listrik
• Gardu telepon
• Pos keamanan
• Lain lain sejenis

i. Konstruksi Reklame/Papan Nama
• Billboard/Bando/Baliho
• Papan Iklan





Rp. 8.000/m2





Rp. 8.000/m2



Rp. 8.000/m2






Rp. 8.000/m2



Rp. 8.000/m2





Rp. 8.000/m2







Rp. 8.000/m2




Rp. 8.000/m2








Rp. 8.000/m2


44


• Papan Nama (berdiri sendiri atau berupa tembok pagar)
• Lain lain sejenis





j. Konstruksi Tanki
• Pondasi, pondasi tanki,
• Penanaman tanki, landasan tanki
• Sumur resapan
• Lain lain sejenis









Rp. 8.000/m2

 Bangunan bukan Gedung/prasarana bangunan yang dilaksanakan sendiri dan tidak dapat
dihitung dengan satuan ditetapkan dengan prosentase terhadap Rencana Anggaran Biaya
(RAB) sebesar 1,75 %.

























45





Comments

Popular posts from this blog

Komponen Masyarakat

Kumpulan Pertanyaan dan Jawabannya Pemerintahan Daerah dan Desa

DAFTAR NAMA DESA & KELURAHAN PADA TIAP-TIAP KECAMATAN DI KABUPATEN BANGGAI PROVINSI SULAWESI TENGAH