Hak-hak Pemotongan Pajak PPh Pasal 21
Hak-hak pemotong pajak PPh pasal 21
adalah :
1. Pemotong Pajak berhak untuk mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pasal 21
2. Pemotong Pajak berhak untuk memeperhitungkan kelebihan setoran PPh Pasal 21 dalam satu bulan takwim dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.
3. Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT Tahunan dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan waktu dilakukan penghitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.
4. Pemotong Pajak berhak untuk membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun sesuda saat terutangnya pajak atau berkhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
5. Pemotong pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil.
6. Pemotong pajak mengajukan permohonan banding secra tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alas an yang jelas kepada badan peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditatapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Kewajiban Pemotong Pajak PPh pasal 21 adalah :
1. Pemotong Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak Setempat.
2. Pemotong Pajak wajib mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak Setempat.
3. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim.
4. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 sekalipun nihil dengan menggunakan surat pemberitahuan (SPT) masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuuhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya.
5. Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima THT, penerima pesangon, dan penerima dana pensiun iuran.
6. Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerimaan pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu dua bulan setelah tahun takwim berakhir. Apabila pegawai tetap tersebut berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti pemotongan diberikan selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
7. Dalam waktu dua bulan setelah tahun takwim berakhir, pemotong pajak wajib menghitung kembali jumlah PPh pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan sesuai tariff.
8. Pemotong Pajakn wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
9. Pemotong pajak wajib melampiri SPT Tahunan PPh Pasal 21 dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 untuk Tahun pajak yng bersangkutan.
10. Pemotong pajak wajib menyetor kekurangan PPh Pasal 21 yang terutang apabila jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam satu tahun takwim lebih besar daripada PPh Pasal 21 yng telah disetor.nn
situs yang mungkin membantu :
http://blogeryishakkuradi@gmail.com,
https://www.youtube.com/channel/UCYhYZV9hTXYNxBkga9oalDg
Comments
Post a Comment