PERISTIWA G30S DAN PENGKHIANATAN ORDE BARU TERHADAP REVOLUSI
PERISTIWA G30S DAN PENGKHIANATAN
ORDE BARU TERHADAP REVOLUSI
A. Umar Said
(Tulisan ini
dimaksudkan sebagai sambutan atas terbitnya buku “G30S,
Sejarah yang
digelapkan. Tangan berdarah CIA dan rejim Suharto”, yang
ditulis oleh
Harsutejo dan diterbitkan oleh Hasta Mitra. Untuk kali ini,
tanggapan ini dimaksudkan sebagai tanda persetujuan
saya kepada “Pengantar”
dari penerbit (
Joesoef Isak) yang dengan baik telah menjelaskan
pandangannya
tentang persoalan G30S dan arti penting terbitnya buku ini. Di
samping itu, tulisan ini juga dimaksudkan untuk
menyongsong datangnya
tanggal 30
September).
***
Tidak lama lagi
bangsa kita akan menyongsong kedatangan
tanggal 30
September. Selama
lebih dari 30 tahun, setiap tanggal 30
September selalu
mengingatkan
banyak orang kepada kejadian pada tanggal 1 Oktober 1965, yang
buntutnya telah menjerumuskan bangsa kita ke dalam
jurang penderitaan,
kebobrokan dan
pembusukan secara besar-besaran, seperti yang kita saksikan
di mana-mana
dewasa ini.
Kalau kita
renungkan dalam-dalam sejarah bangsa kita, maka nyatalah bahwa
peristiwa G30S
merupakan permulaan dari serentetan panjang pengkhianatan
terhadap tujuan
Negara Kesatuan RI yang diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945.
Peristiwa G30S telah membuka jalan lebar bagi ditegakkannya
Orde Baru oleh
Suharto dkk (terutama segolongan pimpinan TNI-AD dan Golkar),
yang menjalankan
diktatur militer dalam kurun waktu yang terlalu amat
panjang, yaitu
lebih dari 30 tahun! Era Orde Baru adalah kurun waktu yang
merupakan halaman
hitam dalam sejarah bangsa Indonesia.
Oleh karena
besarnya dampak kerusakan-kerusakan parah yang telah dibikin
oleh Orde Baru di
segala bidang, maka sudah sepatutnyalah bahwa bangsa kita
membaca peristiwa
G30S ini dengan fikiran yang lebih jernih, dengan
pandangan sejarah
yang lebih menyeluruh, dan mengutamakan
mencari
kebenaraan dari
kenyataan. Sebab, kita semua tahu bahwa selama lebih dari 30
tahun, ketika Orde Baru berkuasa, banyak kebohongan dan
pemalsuan sejarah
telah
terus-menerus dijejal-jejalkan secara paksa dan sistematis.
Kebohongan dan
pemalsuan sejarah ini tidak hanya berkaitan dengan berbagai
soal sekitar peran
Presiden Sukarno, peran PKI dan ormas-ormas seperti
Gerwani, BTI,
SOBSI, Pemuda Rakyat dan lain-lainnya, melainkan juga sekitar
peran pimpinan
TNI-AD waktu itu (termasuk peran
kekuatan asing yang sejak
lama berusaha
menghancurkan politik Presiden Sukarno)..
STRATEGI BESAR
UNTUK MENGHANCURKAN SUKARNO
Sekarang ini,
makin jelas bagi banyak orang bahwa dengan alasan “menumpas
G30S/PKI” Suharto
bersama-sama konco-konco militernya - dan dengan dukungan
kekuatan asing
beserta sekutu-sekutunya di dalamnegeri -
secara
besar-besaran dan
menyeluruh telah mengkhianati perjuangan revolusisioner
bangsa Indonesia.
Dengan dalih “menyelamatkan negara”, Suharto dkk (militer
dan sipil) bukan
saja telah menggulingkan Presiden Sukarno, melainkan juga
telah berusaha
menghancurkan ajaran-ajaran revolusioner
atau
gagasan-gagasan
besar beliau.
Dengan melikwidasi
Bung Karno secara politik dan fisik dan mematikan
ajaran-ajaran
beliau yang revolusioner dan
berorientasi kerakyatan, Suharto
(beserta
pendukung-pendukungnya) telah membikin
DOSA SEJARAH yang amat
besar terhadap
bangsa kita. Bung Karno adalah salah satu di antara perintis
kemerdekaan kita
yang amat terkemuka, dan juga tokoh pemersatu bangsa.
Banyak orang di
Indonesia (dan juga di luarnegeri) yang memandang Bung Karno
sebagai pemimpin
terbesar bangsa Indonesia.
Gagasan-gagasan
beliau yang besar, yang sebagian tercermin dalam buku “Di
bawah Bendera
Revolusi” menunjukkan dengan jelas bahwa sejak muda-belia Bung
Karno memang
seorang pejuang nasionalis yang berpandangan
“kiri” dan
revolusioner.
Sikap politiknya yang anti-iimperialisme
dan
anti-kolonialisme
inilah yang telah menjadikan beliau sebagai seorang tokoh
internasional yang
terkemuka bagi banyak banyak rakyat di benua Asia, Afrika
dan Amerika Latin.
Peran yang dimainkan beliau di Konferensi Bandung, dan
gerakan non-blok
telah menjadikan diri beliau sebagai musuh utama bagi
banyak negara
Barat, waktu itu.
Sekarang ini,
kalau kita memandang sejarah ke belakang, maka nyatalah bahwa,
pada intinya, atau
pada hakekatnya, kejahatan yang terbesar yang pernah
dilakukan oleh
Orde Baru adalah berbagai tindakannya terhadap Bung Karno.
Orde Baru (beserta
para pendukungnya di dalamnegeri maupun di luarnegeri)
menganggap perlu
menghancurkan Sukarno. Dan untuk bisa menghancurkan
Sukarno, maka
perlulah dihancurkan terlebih dulu pendukung beliau yang
utama, yaitu
Partai Komunis Indonesia. Pembantaian
besar-besaran dalam
tahun 1965, yang
memakan korban jutaan jiwa, dan penahanan ratusan ribu
orang tidak
bersalah, tidaklah terlepas dari strategi besar untuk tujuan
utama Orde Baru,
yaitu : menghancurkan Sukarno. Itu semua tidak terlepas
dari faktor perang
dingin yang sedang berlangung dengan sengitnya di bidang
internasional
waktu itu.
ORDE BARU DIBANGUN
DI ATAS TUMPUKAN JUTAAN MAYAT
Dalam rangka ini
marilah sama-sama kita endapkan dalam renungan kita hal-hal
yang berikut : Apa
yang sudah terjadi di Indonesia sejak 1966-1967
menunjukkan bahwa
Orde Baru telah dibangun dan dibesarkan
di atas tumpukan
jutaan mayat yang
dibantai dalam tahun 1965-1066, dan juga di atas jenazah
almarhum Bung
Karno. Kiranya, pentinglah kita ingat bersama bahwa sesudah
tergulungnya PKI,
maka bukan saja Bung Karno telah kehilangan pendukung
utama beliau,
melainkan juga seluruh kekuatan revolusioner. Sejak itu,
selama lebih dari
30 tahun, bangsa Indonesia telah kehilangan jiwa
revolusionernya,
kehilangan pemimpinnya, dan kehilangan arahnya atau
pegangannya.
Akibatnya adalah situasi menyedihkan, seperti yang kita
saksikan dewasa
ini.
Selama kurun waktu
yang amat panjang, Orde Baru telah berusaha terus-menerus
“mengharamkan” Bung Karno beserta ajaran-ajaran beliau..
Dengan segala cara
kejam dan tidak
berperi-kemanusiaan sama sekali, puluhan juta anggota
keluarga (dan
sanak-saudara jauh dan dekat) para
anggauta PKI atau
simpatisannya
telah terus-menerus dipersekusi dan diterror, atau
diperlakukan
sewenang-wenang. Momok “bahaya laten PKI” telah dipakai sebagai
dalih palsu dan
senjata untuk menindas - terus-menerus dan sistematis-
segala kekuatan
dalam masyarakat yang berani menyatakan diri sebagai
pendukung
ajaran-ajaran Bung Karno dan marxisme. Terror ini banyak
menyerupai
praktek-praktek fasis Nazi-nya Hitler,
Foto-foto Bung
Karno terpaksa dihilangkan, atau menghilang, dari
dinding-dinding
banyak rumah penduduk. Buku-buku yang berbau “Orde Lama”
terpaksa harus
disembunyikan dalam laci-laci, atau dibakar.
“De-Sukarnoisasi”
yang dilakukan oleh Orde Baru dalam jangka waktu yang
begitu lama adalah
bagian penting dari usaha untuk menghancurkan
kekuatan
revolusioner dalam
masyarakat Indonesia, termasuk menghancurkan PKI. Dengan
dihancurkannya
Sukarno dan PKI, maka boleh dikatakan bahwa revolusi
Indonesia sudah
disabot, bahkan dibunuh atau dihancurkan oleh Orde Baru-nya
Suharto (artinya,
juga Golkar beserta sekutu-sekutunya).
Adalah penting
bagi bangsa kita, terutama bagi generasi muda yang sekarang,
dan
generasi-generasi yang akan datang, untuk mengetahui dengan jelas bahwa
Orde Baru adalah
pada hakekatnya, atau pada dasarnya, adalah suatu regime
yang telah merusak
secara besar-besaran tujuan perjuangan
revolsioner
bangsa
Indonesia. Bukan itu saja! Orde Baru
adalah perusak negara dan
bangsa Indonesia.
Dan dalam hal ini, peran yang dimainkan oleh Golkar
tidaklah kecil.
Adalah amat penting bagi kita semua menyadari, bahkan
meyakini (!) satu
hakekat yang telah terbukti selama lebih dari 30 tahun,
yaitu bahwa : Orde
Baru adalah identik (atau sama) dengan Golkar. Artinya,
segala keburukan
dan kesalahan Orde Baru –yang sekarang sudah makin
dinajiskan atau diharamkan oleh banyak kalangan – adalah
sepenuhnya
tanggungjawab
Golkar. Apakah ungkapan ini
sembarangan? Mohon sama-sama
kita simak soal
ini lebih lanjut, antara lain dengan mempertimbangkan
hal-hal yang
berikut.
GOLKAR ADALAH ORDE
BARU
Kita semua masih
ingat bahwa Golkar telah didirikan oleh tokoh-tokoh militer
(Angkatan Darat),
bahkan mendapat dukungan mereka
sepenuhnya. Lebih dari
itu! Kendali
Golkar, selama lebih dari 30 tahun,
telah dikuasai - secara
langsung dan tidak
langsung - oleh pimpinan militer Angkatan Darat. Pimpinan
tertinggi Golkar
adalah mantan Presiden Suharto. Golkar adalah alat utama
regime militer.
Amatlah penting
untuk sama-sama kita cermati bahwa
banyak sekali keburukan,
kejahatan besar,
korupsi, pelanggaran hukum, pembusukan moral, yang terjadi
di kalangan “atas”
adalah KEBANYAKANNYA (atau sebagian terbesar) dilakukan
oleh para “mantan”
(???) pendukung setia Orde Baru dan tokoh-tokoh
Golkar,
di berbagai
tingkat dan di banyak bidang. Sekarang makin banyak orang yang
melihat bahwa
pemerintahan Orde Baru selama lebih dari 30 tahun itu telah
merusak moral atau
akhlak banyak kalangan bangsa kita. Dan kerusakan moral
inilah yang
merupakan produk utama regime Orde Baru
(jelasnya : regime
Golkar waktu itu).
Kerusakan-kerusakan parah di bidang moral inilah yang
dewasa ini kita
saksikan di mana-mana.
Memang, kita tidak
boleh main “gebyah uyah” saja, atau main generalisasi
secara
sembarangan. Sebab, ada saja orang-orang
yang pernah menjadi
pendukung Orde
Baru (dan anggota Golkar) karena terpaksa. Dan, di antara
mereka ada pula
yang telah menjadi sadar, dan bahkan kemudian (walaupun
terlambat) menjadi
penentang Orde Baru. Namun, adalah salah sama sekali,
kalau ada orang
yang punya ilusi bahwa Partai Golkar yang sekarang ini
adalah satu
organisasi politik yang betul-betul – artinya dengan jujur dan
tulus pula -
bersedia mengadakan koreksi total terhadap apa yang
dilakukannya
selama lebih dari 30 tahun itu. Sebab, tokoh-tokoh Golkar yang
sekarang ini
adalah, pada pokoknya (dan sebagian terbesar), produk
kebudayaan
berfikir dan sistem politik Golkar yang lama, yaitu yang senyawa
dan satu dengan
Orde Baru.
Selama tokoh-tokoh
Partai Golkar yang sekarang ini tidak
mau mengakui -
terang-terangan dan secara tulus - kesalahannya atau
dosa-dosanya terhadap
Bung Karno beserta
para pendukugnya, dan selama mereka belum mau mengkoreksi
sikap mereka
terhadap para korban Orde Baru (termasuk terhadap para
eks-tapol beserta
keluarga mereka) , atau selama mereka masih menentang
reformasi (yang
sungguh-sungguh!), maka mereka masih tetap harus terus kita
waspadai dan
curigai. Bahkan, harus kita lawan bersama-sama. Mereka inilah
yang sekarang ini
merupakan BAHAYA LATEN. Sebab, mereka punya
“orang-orangnya”,
yang membentuk jaring-jaringannya di mana-mana, termasuk
dalam
partai-partai lainnya. Dan karena mempunyai dana yang amat besar,
mereka telah - dan
akan terus - bisa “membeli” berbagai
tokoh masyarakat
(kaum intelektual,
tokoh-tokoh terkemuka masyarakat, termasuk tokoh-tokoh
golongan Islam,
Kristen dll)..
GOLKAR ADALAH KEKUATAN KONTRA-REVOLUSIONER
Dengan memandang
kembali sejarah perjuangan bangsa kita yang dipelopori oleh
para perinstis
kemerdekaan dalam tahun 20-an, maka makin jelaslah bahwa Orde
Baru ( sekali lagi
:yang intinya adalah Golkar dan tokoh-tokoh militer AD)
adalah kekuatan
kontra-revolusioner. Dalam kalimat lain yang lebih polos,
Orde Baru (Golkar
beserta sekutu-sekutunya) adalah pengkhianat revolusi.
Karena, apa yang
telah dibangun dengan susah payah oleh Bung Karno bersama
kawan-kawannya
selama 40 tahun (sejak tahun 1920-an) telah dihancurkan oleh
pengkhianat-pengkhianat
revolusi ini. Dan sendi-sendi revolusioner Republik
Indonesia yang
dibangun, bersama rakyat, selama 20
tahun, telah dibikin
porak-poranda
sejak 1965 oleh mereka.
Ketika negara dan
bangsa dewasa ini sedang menghadapi begitu banyak masalah
parah, maka nampak
sekali bahwa sumber dari segala keterpurukan dan
pembusukan yang
menyeluruh itu adalah masih banyaknya
sisa-sisa kekuatan
Orde Baru, yang
sebagai “sampah bangsa” masih terus menyebarkan racun dan
penyakit, terutama
di bidang moral. Oleh karena itu, selama sisa-sisa Orde
Baru ini masih
belum dilumpuhkan, maka perbaikan
besar-besaran dan radikal
tidak akan mungkin
terjadi. Artinya, reformasi akan macet, dan kerusakan
akan berjalan
terus. Dari segi inilah kita bisa membaca arti beraneka-ragam
kasus, antara lain
: kasus Akbar Tanjung, gubernur Sutiyoso, Syahril
Sabirin, Ginanjar
Kartasasmita, Probosutedjo (dan kasus-kasus lainnya, yang
jumlahnya banyak
sekali!).
Mengingat itu
semuanya, maka tidak salahlah kalau ada orang yang mengatakan
bahwa
kontra-revolusi Orde Baru adalah lebih lebih besar dosanya
dibandingkan
dengan kontra-revolusi PRRI-Permesta. Kontra-revolusi
PRRI-Permesta
telah menentang politik Bung Karno dengan
mengadakan
pembrontakan dan
membunuh banyak orang di Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi
dan pulau-pulau di
Indonesia Timur dan Nusa Tenggara (terutama Bali). Usaha
yang tidak bisa
dicapai oleh kontra-revolusi PRRI-Permesta telah berhasil
dilaksanakan oleh
Orde Baru (artinya : Golkar), yaitu melikwidasi Bung Karno
dan membunuh
jutaan manusia orang tidak bersalah, untuk melumpuhkan PKI,
yang merupakan
pendukung utama Bung Karno.
Singkatnya, nyatalah sekarang, bahwa banyak hal dalam
sejarah tentang G30S
dan Orde Baru
perlu ditulis kembali (dan diteliti terus), mengingat
banyaknya
pemalsuan atau penggelapan, yang telah dilakukan oleh Suharto
beserta para
pendukugnya selama ini.
Namun, satu hal
sudah makin jelas, yaitu bahwa para korban Orde Baru, (yang
jumlahnya puluhan
juta dan yang telah menderita puluhan
tahun dalam
berbagai bentuk
dan kadar yang berbeda-beda itu), berhak untuk mengatakan
kepada para
pendukung setia Suharto dkk : « Kami
tidak bersalah, dan
kalianlah yang
pengkhianat ! »
Paris , musim
rontok, 22 September 2002
(Catatan : tulisan
ini bebas untuk diteruskan kepada saja. Di samping
dikirimkan untuk kali ini lewat E-mail, tulisan ini juga
akan disajikan
dalam “Personal
Webesite A. UMAR SAID”, yang akan
diluncurkan mulai
permulaan Oktober
yad).
---
Incoming mail is
certified Virus Free.
Checked by AVG
anti-virus system (http://www.grisoft.com).
Version: 6.0.371 /
Virus Database: 206 - Release Date: 6/13/02
Comments
Post a Comment